10 Akhlak Pribadi Islami

A.   JUJUR (SHIDIQ)

Jujur dapat diartikan adanya kesesuaian antara apa yang disampaikan dengan kenyataan yang terjadi. Kebalikan dari jujur ialah dusta yaitu apa yang disampaikan dengan kenyataan sebenarnya berbeda.

 

Al-Qur’an sangat menganjurkan berbuat jujur, berikut firman Allah tentang kejujuran:

“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Q. S At-Taubah: 199).

Rasulullah SAW juga bersabda mengenai pentingnya kejujuran yaitu:

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebijakan. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha selalu berkata jujur, maka ditulis Allah sebagai orang yang jujur. Serta jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan yang menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang selalu berdusta maka senantiasa ditulis Allah sebagai seorang pendusta.” (H. R Hakim bin Hizam).

 

Jujur sejatinya terbagi tiga, yaitu:

  1. Jujur kepada Diri Sendiri

Jujur kepada diri sendiri dapat dimulai dengan mengenal dan memahami diri sendiri, mengenal kelemahan dan kelebihan diri serta memahami kebutuhan dan keinginan diri sendiri. Dengan demikian maka apa yang kita sampaikan atau ceritakan pada orang lain tentang diri kita ialah semuanya kejujuran dan apa adanya, tidak ada yang berlebihan dan tidak ada dusta.

 

  1. Jujur kepada Sesama

Jujur kepada sesama tentu saja sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari berdampingan dengan manusia lainnya. Ketika kita berbicara jujur maka orang lain akan percaya dan senang berteman dengan kita, karena kita dianggap sebagai pribadi yang jauh dari kebohongan. Kita juga disenangi dilingkungan mana pun dan jauh dari berita tidak sedap tentang diri kita.

 

  1. Jujur kepada Allah

Ini adalah jujur yang paling penting, islam mengajarkan kejujuran maka sebagai muslim sudah pasti kita harus berlaku jujur. Jadikan Allah sebagai kekasih dimana kita selalu berusaha jujur jika berbuat salah misalnya agar mendapat kasih sayang dan ridha Allah.

 

 

 

 

 

B.   RENDAH HATI (TAWADHU)

Rendah hati atau tawadhu adalah merendahkan hati atau diri tanpa harus menghinakan dan meremehkan harga diri. Sebagai pribadi yang rendah hati, kita juga harus percaya diri dengan memupuk diri kita oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perilaku yang islami namun tetap tidak bersikap riya dan sombong sehingga orang lain tidak akan menghina atau merendahkan diri kita.

 

Lawan dari akhlak rendah diri ialah takabur. Seseorang yang takabur selalu meninggikan dirinya merasa lebih mampu dan lebih sempurna dari siapa pun, selalu bersikap sombong dan riya. Islam sangat membenci perilaku takabur seperti hadist yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:

“Orang-orang yang sombong dan orang-orang yang sewenang-wenang kepada orang lain, pada hari kiamat akan dikumpulkan seperti butir-butir debu. Mereka terinjak-injak oleh manusia, disebabkan mereka hina disisi Allah.”

 

 

 

C.   BEKERJA KERAS (HUBBUL AMAL)

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk selalu bekerja keras untuk mencari rezeki, karunia, pahala dan ridho Allah. Seperti firman Allah sebagai berikut:

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah serta ingatlah diri-Nya sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.”

(Q. S Al-Jumuah:10).

 

Rasulullah sebagai suri tauladan juga memiliki akhlak islami pekerja keras, diantaranya seperti:

  • Rasul pernah menjadi pengembala kambing milik Bani Sa’ad
  • Rasul berdagang, menjualkan barang Siti Khadijah sampai ke negeri Syam
  • Rasul ikut bekerja membuat parit dengan memecahkan batu menggunakan linggis serta menggali tanah
  • Rasul juga melakukan pekerjaan rumah seperti memberi makan unta, menyapu rumah, memerah susu dan membawa sendiri barang yang beliau beli di pasar
  • Rasul tak hentinya dakwah menyebarkan ajaran islam kepada seluruh manusia

 

Lawan dari perilaku kerja keras yaitu malas. Jika kita malas maka kita hanya akan menuju kehancuran, tenaga fisik dan otak tidak bernah diasah. Akibatnya kita tidak bisa bersaing di zaman modern ini dan berujung hanya menyusahkan menjadi pengangguran atau lebih fatalnya lagi menjadi sampah masyarakat.

 

 

 

 

D.   DISIPLIN DAN MENGHARGAI WAKTU

Setiap detik waktu yang bergulir akan terus berjalan begitu saja. Oleh sebab itu, kita harus memanfaatkan waktu yang ada dengan seoptimal mungkin untuk menuju kesuksesan dan kebaikan di dunia dan akhirat.

 

Untuk dapat memanfaatkan waktu secara oprimal, maka kita harus dapat memanejemen waktu dengan membagi setiap aktifitas dan menulisnya dalam daftar sehingga kita selalu ingat apa yang harus kita lakukan setiap harinya.

 

Firman Allah dalam menghargai waktu ialah sebagai berikut:

“Demi masa (waktu), sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih serta saling menasehati supaya menaati kebenaran dan menetapi kesabaran.” (Q. S Al-Ashr: 1-3).

Rasulullah juga mengingatkan kita supaya selalu memanfaatkan waktu seperti hadist yang berbunyi:

“Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara berikutnya, yaitu kehidupanmu sebelum datang kematianmu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kelonggaranmu sebelum datang kesibukkanmu, masa mudamu sebelum datang masa tuamu, dan masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” (H. R Imam Hakim).

 

Hidup ini terlalu singkat untuk kita bersantai-santai, waktu semakin cepat setiap harinya dan tidak ada kesempatan untuk tidak menghargai waktu. Bumi semakin tua, kita juga semakin tua maka bergegaslah mencari dan berbuat kebaikan dengan waktu yang sebentar.

 

 

 

 

 

E.   BERPIKIR POSITIF

Berpikir positif ialah pola pikir yang selalu berusaha mengambil sisi baik dari setiap kejadian dan mengesampingkan sisi buruknya. Orang yang berpikir positif salalu penuh dengan harapan, yakin dalam hidup, berperilaku ramah dan menyenangkan.

 

Jika kita berpikir positif maka hal-hal baik pun akan mengikuti dan sebaliknya jika kita selalu berprasangka buruk dan berpikir negatif maka keburukkan pun akan menyertai kita. Allah juga mengajarkan agar kita menjauhi berpikir buruk sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah mencari-cari keburukkan orang lain serta jangnlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang dari kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.” (Q. S Al-Hujurat:12).

 

 

 

 

F.     MEMILIKI HARGA DIRI

Harga diri ialah kehormatan yang ada pada diri kita dan harus dijaga supaya orang lain tidak menghinakannya. Memiliki harga diri berarti seseorang mempunyai kemampuan untuk menjaga kehormatan dan martbat dirinya dengan cara menjauhi perbuatan tercela. Harga diri perlu diperkuat agar seseorang merasa malu jika melakukan perbuatan tercela seperti penyimpangan, kecurangan dan kenistaan.

 

Kesadaran akan harga diri akan tampak dalam sikap menuntut kebaikan dan menjauhi kejahatan, berpegang pada cita-cita yang tinggi dan luhur, bebas dari pengaruh hawa nafsu dan tidak terbelenggu oleh syahwat-syahwat duniawi, dan tidak tersilau oleh kemegahan-kemegahan. Sifat-sifat yang demikian itulah yang mengangkat manusia ke tingkat yang layak sebagai makhluk Tuhan yang termulia.

 

 

 

 

G.  MANDIRI

Manusia diciptakan Allah sebagai dengan memiliki akal dan pikiran, oleh karenanya setiap individu harus dapat menggali dan mengembangkan diri dengan baik agar mampu mengelola dirinya sendiri.

Manusia juga diciptakan Allah sebagai khalifah (pemimpin) di bumi ini, maka sejatinya setiap manusia harus mampu mandiri dan memimpin dirinya sendiri agar tidak menjadi beban orang lain. Seperti sabda rasulullah sebagai berikut:

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya.” (H. R Ahmad At-Thabrani).

Dengan menjadi pribadi yang mandiri, hidup kita akan terasa lebih tenang karena tidak banyak menyusahkan orang lain dan banyak membantu orang lain.

 

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT, karena rizki yang telah Allah sediakan harus dicari dan untuk mencarinya memerlukan kemampuan atau keterampilan.

 

 

 

H.  HEMAT DAN HIDUP SEDERHANA

Perilaku hemat atau hidup sederhana berarti menjalani hidup dengan mengendalikan nafsu diri sendiri untuk tidak berlebih-lebihan dalam memenuhi kebutuhannya.

Namun yang dimaksudkan hemat bukanlah pelit, tetapi menyadari bahwa disebagian harta kita terdapat hak orang lain.

Dengan demikian kita selalu berusaha bersedekah dan memberi sedikit kepunyaan kita untuk orang lain dan terjauhkan dari penyakit hati yaitu kikir. Allah SWT berfirman mengenai hidup sederhana yaitu sebagai berikut:

“….dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q. S Al-Furqan: 67).

 

Lawan dari hidup sederhana dan hemat ialah pemborosan yaitu selalu berlebih-lebihan dalam membelanjakan atau memakai berbagai hal terlebih di zaman modern ini dimana industri berkembang pesat dan masyarakat cenderung bersifat konsumtif dan hedonisme. Tetapi sebagai umat islam, kita harus tetap mengaplikasikan akhlak islami dalam kehidupan sehari-hari dan lebih bagus lagi jika kita bertasawuf yaitu menyucikan diri dari segala hal duniawi dan hanya berfokus pada akhirat serta mendekatkan diri kepada Allah karena kesenangan dunia hanya sementara, harta tidak di bawa mati dan tidak akan ada habisnya jika terus bergulat mengikuti trend zaman sekarang.

 

 

 

 

I.      MEMELIHARA KEPERCAYAAN (AMANAH)

Kepercayaan atau amanah ialah segala hal yang dipasrahkan atau dititipkan kepada kita dan harus dijaga. Sebagagai umat islam, memelihara kepercayaan adalah sebuah keharusan dan apabila kita sudah di tanggungkan amanah maka segeralah melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar serta tidak mengkhianatinya seperti firman Allah sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhinanati Allah dan Rasul serta jangan juga kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q. S Al-Anfaal: 27).

 

Kesadaran diri kita terhadap amanahlah yang melahirkan konsep diri sebagai pribadi yang bertanggungjawab. Semakin besar tanggungj jawab kita, semakin besar pula ukuran diri kita. Sifat amanah lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan sesesorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.

 

 

 

 

J.     BERSYUKUR

Bersyukur ialah selalu merasa tercukupi dengan segala nikmat dan rahmat yang telah diberikan Allah. Dengan bersyukur berarti kita menjadi pribadi yang tidak mudah mengeluh dan lupa diri. Roda kehidupan selalu berputar, saat kita susah maupun senang harus tetap selalu bersyukur.

 

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dan Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa syukur memiliki tiga persyaratan utama, yaitu sebagai berikut:

  • Secara batin, kita mengakui segala nikmat yang diberikan Allah
  • Secara lahir, kita membicarakan nikmat-nikmat Allah
  • Menjadikan segala nikmat Allah untuk taat kepada-Nya

Dengan memenuhi tiga syarat tersebu, maka niscaya kita selalu taat dan dilimpahkan nikmat oleh Allah sebagaimana dalam firman-Nya sebagai berikut:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (Q. S Ibrahim: 7).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

akhlak pribadi islam adalah tabiat dan tingkah laku manusia sebagai individu atau perseorangan yang sesuai dengan ajaran agama islam. Agar kita menjadi seorang muslim yang memiliki akhlak islami, maka kita harus melakukan muraqabah dan muhasabah karena kita senantiasa selalu berusaha mencatat dosa dan pahala kita sehari-hari untuk perbaikan di kemudian hari agar lambat laun terbiasa melakukan kebaikan dan semua itu di awasi oleh Allah.

 

Akhlak pribadi islam terbagi menjadi 10, yaitu:

  1. Jujur (shidiq)
  2. Rendah hati (tawadhu)
  3. Bekerja keras (hubbul amal)
  4. Disiplin dan menghargai waktu
  5. Berpikir positif
  6. Memiliki harga diri
  7. Mandiri
  8. Hemat dan hidup sederhana
  9. Memelihara kepercayaan (amanah)
  10. Bersyukur

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Purwanto, Jazuli Suryadhi dan Agus Herta Sumarto. 2016. Etika Membangun Masyarakat Islam  Modern: Edisi III. Yogyakarta: Graha Ilmu

https://cipnip.wordpress.com/2010/10/03/10-pribadi-seorang-muslim-hasan-al-bana/

https://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html

https://muslimah.or.id/6435-pribadi-yang-bermanfaat.html

 

 

Tinggalkan komentar